“
Lanjutkan ocehanmu. Teriak sekencang mungkin . Kan Kulelang diriku jika sampai
ada mereka yang membelamu. Hah! Dasar spesies kotoran tetaplah kotoran. “
***
Cinta.
Lagi-lagi berbicara tentang cinta . Sesungguhnya aku bukanlah orang yang selalu
memusingkan diri dengan cinta . Namun, nyatanya aku terus menulis tentang
cinta. Aku bahkan tidak pernah menemukan cinta. Haduh..duh.. aku ini hanya anak
abu-abu. Pacaran hanya untuk kesenangan belaka. Tetapi, aku punya cerita cinta
terlama. Kau harus tau bahwa kini akulah yang terjebak dalam kerumitan cinta
sesungguhnya. Perasaanku sering bergetar senang bahkan sedih. Bila dihitung,
kesedihanlah yang paling banyak menggetarkan. Sampai-sampai tak terasa…. Satu lagi,aku adalah Cinta. Kalian harus tau bahwa namaku adalah Cinta.
Aku mengenali seorang
pria yang pada awalnya tak ada cacat diri sedikitpun tampak. Semua yang kulihat
baik adanya. Waktu terus berjalan tanpa peduli dengan butir cinta yang mulai
tumbuh. Cinta pada zaman dulu berbeda dengan cinta zaman sekarang. Hanya perlu
status untuk membedakan bahwa cinta benar harus dibina. Status aku bersamanya
jelas. Katanya butir cinta mulai tumbuh, tapi terlihat banyak sandiwara. Ia tak
sungguh. Aku percaya bahwa cinta bila diberi sedikit waktu bisa datang karena
telah terbiasa. Kita lihat saja…
Aku
mulai mencinta tapi bukan berarti aku dicintai pula. Nyatanya aku tak berhak
menuntut mereka untuk menjadi sedemikian rupa seturut mauku. Serta aku
diharuskan mengerti bahwa tak diperkenankan aku paksa mereka untuk menyanggupi segala
sesuatu tentang apa adanya diriku. Jadi, aku tak boleh memaksa orang lain
menjadi seperti yang kuinginkan. Serta, aku tak boleh menyuruh orang untuk
menerima kebiasaan diriku dalam sisi hitamku. Semua memang serba salah , tapi
tak ada salahnya untuk kuingat dan kucamkan ini dibenakku.
Sejauh
ini hubungan kita hanya bermain. Kita sama-sama tak mampu membedakan mana yang
benar mana yang salah. Baginya hanya biasa, tapi bagiku semua ada artinya. Pastinya
aku sudah mencintainya. Namun, kutau pula dia belum bisa mencintaiku. Tak ada
baiknya aku dimatanya. Semua kurang. Padahal katanya cinta tak pandang segala.
Memang aku tak pantas dengannya. Aku tak cukup baik untuknya. Perlu diketahui
diapun belum cukup baik dimataku. Tetapi, aku hanya diam. Aku mampu menerima. Mengapa
aku tak mampu diterima?. Terlampau banyak pintanya untuk ku berubah menjadi
seperti apa yang ia inginkan. Bila demikian, tandanya ia hanya mencintai
dirinya. Belum mampu mencintai sisi lain dari dirinya yang dimiliki orang lain.
Aku tau itu, tapi lagi-lagi mampuku hanya diam. Terlampau banyak kesedihan . Hidup
dalam diam dan tangis menuntut sesuatu pengertian. Merasa bukan berarti hanya
merasa. Semua ini sungguhan.
Aku
sadari bahwa hidup boleh untuk senang-senang. Tetapi, jelas hidup tidak pantas
dijadikan main-main. Begitu pula cinta. Ternyata bermain-main dengan cinta
adalah hal bodoh yang jelas kelak akan menyakitkan. Bila aku diperkenankan
kembali pada masa lalu, aku akan memilih untuk tidak bermain-main dan berurusan
dengan cinta. Karena terlalu asik bermain-main dengan cinta sampai tak mampu
membedakan main-main yang hanya sekedar main-main. Semua membuatku harus
bertangguh jawab dan bertahan pada kesakitan kekal. Bukan hanya aku,tapi kita.
Awalnya
semua berjalan begitu indah adanya. Mencintai dan terus mencintai. Semua
diberikan bahkan ketulusan. Tapi, tak lantas cukup. Ia terus meminta lebih dariku.semua ku berikan.
Ya, semua. Tak ada sedikitpun yang tertinggal. Walau hanya satu-satunya tetap
telah ku serahkan. Habislah sudah,tapi cinta dapatpun tidak. Ujungnya hanya
penyesalan…penyesalan terdalam.
Bahwasanya
cinta memang madu saat pucuk. Percayalah tak selang menit semua buram. Jangan
pernah berkata “ku tak menyangka” karena bahkan aku tak pernah bertanya “
mengapa bisa? “. Sudahalah berbicara tentang keseriusan takapa tetapi bukan
tabuh semua belum saatnya.
Hal yang kulakukan adalah mencintai. Semua yang ku
kenal adalah bagaimana cara “mencintai”. Masalah dicintai atau tidak itu hanya
harapan. Harapan itu terwujud atau tidak itu tak bisa dipaksakan. Terpenting
bagiku adalah hanya melakukan sesuatu yang disebut dengan “mencintai”.
Bulan
demi bulan terus berlalu. Bukan berarti semua semulus dan selancar bak air
mengalir. Perjunganku adalah kesesakkanku. Jutaan kali ia hantamkan kata yang
akan memutus hubungan kita kepadaku. Jutaan kali pula ku bertahan. Ia bahkan
tak mengerti mengapa semua harus dipertahankan. Ia bahkan dengan mudahnya
melontarkan kata itu berkali-kali. Ia bahkan tak bertanggung jawab atas apa
yang memang harus ia pertanggung jawabkan! .Bila aku bodoh aku pasti tak
peduli. Sayangnya aku masih tau bagaimana harus bersikap atas apa yang telah
kulakukan. Tidak menutup kemungkinan aku ingin mengakhirinya. Siapa yang tahan
berada pada kesesakan dunia karena cinta?. Aku ini hanya manusia. Anda saja
dulu…
Andai
bulan punya mata, ia tak ragupercaya pada bintang. Tapi, mereka yang hidup dan
bersama matapun ragu melihat yang bermata. Kerena bersamaan punya mata, tetap
kalah dengan tiuan dari sesuatu yang berbicara.
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar